SeputarBantenID – Di tengah maraknya kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak di Indonesia, kebutuhan akan perlindungan yang lebih kuat menjadi lebih mendesak dari sebelumnya. Anggota DPRD Provinsi Banten, Abraham Garuda Laksono, dengan tegas menyoroti urgensi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Perempuan dan Anak. Raperda ini tidak hanya sebuah dokumen, tetapi merupakan langkah konkret untuk memberikan perlindungan bagi kelompok rentan di Banten.
Dalam pernyataannya, legislator termuda di DPRD Banten ini menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah masalah sosial yang mempengaruhi perkembangan masyarakat. “Kita perlu memberikan perhatian serius terhadap perlindungan dan hak-hak mereka,” ungkap Abraham saat menyosialisasikan Raperda di Pura Parahyangan Bhuwana Raksati, Desa Sodong, Kecamatan Tigaraksa, pada Rabu, 6 November 2024.
Mengingat data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), situasi memang sangat memprihatinkan. Dari Januari hingga Oktober 2024, tercatat 21.847 kasus kekerasan di seluruh Indonesia, dengan 18.955 di antaranya adalah perempuan. Di Banten, angka tersebut mencakup 755 kasus, di mana 421 di antaranya adalah korban perempuan, dan mayoritasnya adalah anak-anak, dengan 700 korban dari kelompok usia tersebut.
“Data ini menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Raperda ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dengan memberikan mekanisme yang lebih baik untuk melindungi korban dan mencegah terjadinya kekerasan,” tegas Abraham, menekankan pentingnya langkah-langkah preventif dalam Raperda yang diusulkan.
Raperda ini mencakup berbagai aspek, dari pencegahan hingga penanganan kasus, serta edukasi bagi masyarakat tentang hak-hak perempuan dan anak. Abraham juga menekankan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan LSM sebagai kunci keberhasilan implementasi. “Tanpa dukungan semua pihak, upaya ini tidak akan berhasil. Kita perlu membangun kesadaran kolektif untuk melindungi perempuan dan anak,” tambahnya.
Walaupun Raperda ini mendapat dukungan luas, skeptisisme tetap ada. Kritikus memperingatkan bahwa tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang ketat, Raperda ini bisa jadi hanya sekadar dokumen. Untuk itu, Abraham menekankan pentingnya evaluasi berkala pasca-pengesahan untuk memastikan kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.
Dengan demikian, Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak yang diperjuangkan oleh Abraham Garuda Laksono lebih dari sekadar langkah simbolis; ini adalah panggilan nyata bagi semua elemen masyarakat untuk bersatu dan berkomitmen dalam menciptakan lingkungan yang aman dan berkeadilan. Saatnya kita semua bertindak untuk masa depan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Banten! (*)